Dari Hype ke Perang Brand
Di 2023–2024 orang masih googling “AI” generik—chatbot terbaik, AI art, AI tools. Masuk 2025, pola berubah: pencarian melonjak ke nama merek: Gemini AI, Claude AI, Perplexity, Blackbox AI, Pixverse. Itu tanda pasar udah move on dari “AI itu apa” ke pertanyaan yang lebih tajam: “AI mana yang paling berguna buat gue?”
![]()
Di bawah radar, perang merek ini disetir dua hal:
- Produk makin terspesialisasi (foundation model, search AI, code AI, video AI), dan
- Bottleneck infrastruktur—compute (GPU), data, & trust—yang bikin biaya dan kecepatan jadi faktor penentu. Belanja capex raksasa seperti Alphabet (Google) pun di-boost ke ~$85 miliar pada 2025 untuk server dan data center AI.
Peta Ringkas Kategori
Biar jelas “Gemini itu apa, masuk kategori mana”, ini peta ringkas lanskap AI modern:
- Foundation Models (LLM/Multimodal) → “otak generik” yang bisa dipakai ke banyak tugas: Gemini (Google), Claude (Anthropic), GPT-4/4o, Llama.
- Search & Knowledge AI → mesin jawab dengan kutipan/sumber: Perplexity, You.com.
- Code AI (Developer Tools) → asisten ngoding: Blackbox AI, GitHub Copilot, Cursor.
- Creative/Generative Media → teks→gambar/video/musik: Pixverse, Runway, Pika, Midjourney.
- Infra (di balik layar) → compute, storage, data, koordinasi: Nvidia (chip), jaringan GPU/compute & data terdesentralisasi (mis. RNDR, Akash, Bittensor, ASI Alliance), plus penyimpanan & pengindeksan (Filecoin, The Graph).
Perang terjadi bukan di satu arena, tapi lintas kategori. Yang menang di tiap kategori pelan-pelan jadi default choice.
Baca: Masa Depan AI yang Wajib Kamu Ketahui
Gemini AI (Google)
Kategori: Foundation Model (LLM multimodal)
Misi: jadi motor AI di Search, YouTube, Workspace, Android—alias “AI di mana-mana” versi Google.
Kekuatan: distribusi miliaran user + investasi capex AI yang semakin agresif (target capex 2025 ~US$85 miliar untuk server & data center).
Catatan pasar:
- Fokus Google bukan cuma chatbot, tapi mengubah alur kerja: rangkum email di Gmail, nulis draf di Docs, contextual help di Android.
- Tantangan klasik: kualitas jawaban dan “hallucination” masih jadi sorotan; karena itu Google dorong upgrade infra (server & GPU) dan integrasi ketat antar-produk. (Lihat penjelasan capex & dorongan data center untuk AI). (Reuters)
Claude AI (Anthropic)
Kategori: Foundation Model
Posisi merek: safety & alignment first—ramah enterprise.
Pembeda: konteks panjang (dokumen tebal), tone yang stabil.
Data: saat merilis Claude 3.5 Sonnet, Anthropic menunjukkan lompatan internal pada evaluasi agentic coding (64% problem solved vs Opus 38%).
Kenapa penting di brand war?
Claude memosisikan diri sebagai “LLM yang aman & kooperatif”—itu bikin nyaman perusahaan dengan dokumen sensitif, audit, atau workflow regulated. Banyak benchmark independen yang membandingkan 3.5 Sonnet vs GPT-4/4o (hasilnya bervariasi menurut tugas), tapi jelas: diferensiasi merek di 2025 bukan hanya “siapa paling pintar”, melainkan “siapa paling dipercaya & enak dipakai”.
Perplexity AI
Kategori: Search & Knowledge AI
Nilai jual: jawaban cepat dengan kutipan sumber—user bisa klik dan verifikasi (beda dengan chatbot generik).
Traksi: estimasi MAU 15–22 juta (berbeda menurut sumber) dan trafik bulanan >100 juta kunjungan per 2025—growth cepat untuk kelas “search alternatif”.
Kenapa meledak?
- Trust by design: pengguna dapat jawaban + rujukan.
- Use-case: riset cepat dengan link sumber lebih efisien daripada “search sepuluh tab”.
- Momentum: makin banyak pengguna mencari “Perplexity” ketimbang “cara pakai AI”, tanda pergeseran dari hype general ke brand default.
Blackbox AI
Kategori: Code AI (Developer Tools)
Nilai jual: autocomplete yang agresif, explain, code search, debug—langsung mendukung daily workflow dev.
Posisi: challenger GitHub Copilot; disukai karena ringan dan fokus fitur yang “kena” buat indie dev/SMB.
Kenapa relevan di brand war?
Yang menang di kategori code AI akan “menanam bendera” di komunitas developer—dan developer adalah gateway ke seluruh ekosistem aplikasi. (Tren umumnya: adopsi AI assistant di kalangan dev sudah mayoritas; sejumlah survei pasar 2024–2025 mengindikasikan >50% dev aktif memakainya dalam kerja harian.)
Pixverse AI
Kategori: Creative/Generative Media (video)
Nilai jual: bikin video sinematik dari prompt teks, kompetitor langsung Runway & Pika, dan aspirationally menutup jarak ke OpenAI Sora.
Trend pendanaan: segmen video AI termasuk salah satu bucket yang disorot dalam laporan tren AI 2025 CB Insights, bagian dari mengalirnya modal ke verticalized genAI.
Kenapa cepat viral?
“TikTok/YouTube moment”: kebutuhan produksi video cepat—iklan, konten edukasi, musik—membuat time-to-first-draftyang singkat jadi daya tarik utama.
Jadi… kenapa kategori-kategori ini muncul?
Karena AI bukan produk tunggal. Di 2022 semua “disapu” label AI; 2024–2025 pasar memecahnya jadi kategori fungsional yang dekat ke masalah user:
- LLM/Multimodal → otak generik untuk banyak tugas (dokumen, analisis, coding).
- Search AI → fokus ke temukan & sitir (trust).
- Code AI → hemat jam kerja dev (productivity).
- Video AI → time-to-content super cepat (growth & monetisasi kreator).
Konsekuensinya, pengguna makin use-case oriented: gak peduli arsitektur modelnya, yang penting bisa kerja, cepat, dan hasilnya bisa dipercaya.
Bottleneck di Belakang Perang Brand: Compute, Data, Trust
Perang merek itu seru di permukaan, tapi yang menentukan napas panjangnya—infrastrukturnya:
- Compute (GPU & data center)
- Alphabet (Google) menaikkan target capex 2025 ke ~US$85 miliar demi server & data center AI (cloud + produk Google).
- Analis menyorot ketergantungan pasar ke Nvidia (Hopper→Blackwell) untuk akselerator AI—ini faktor penentu performa & biaya inference/training.
- Data (legal & bersih)
- Gugatan The New York Times vs OpenAI/Microsoft soal materi berhak cipta menunjukkan betapa sensitifnya sumber data training; industri ditekan untuk data provenance yang jelas.
- Trust & regulasi
- EU AI Act resmi berlaku 1 Agustus 2024; implementasi penuh bertahap hingga 2026, dengan aturan khusus untuk General-Purpose AI (GPAI) dan model foundation. Otoritas UE juga merilis guidelines 2025 untuk memperjelas ruang lingkup GPAI.
Terjemahan praktisnya:
Perusahaan AI yang pengin menang brand war harus (a) siap membakar capex untuk compute, (b) punya strategi data yang legal & bisa diaudit, dan (c) compliance-ready.
Di Mana Peran Web3/Crypto?
Bukan “asal disambungin”, tapi tepat di titik masalah:
- Compute marketplaces (DePIN) bisa jadi relief valve untuk biaya & supply GPU—opsi alternatif selain hyperscaler. (Contoh: RNDR, Akash; narasi ini juga sempat disorot di rangkuman tren AI 2024).
- Data provenance & exchange: pasar data yang transparan/tertokenisasi → mitigasi risiko “data gelap” saat training (Ocean Protocol; The Graph untuk indeks on-chain). (Lihat juga merger ASI Alliance yang menyatukan FET–AGIX–OCEAN ke token FET/ASI sebagai upaya membangun stack data+compute+agent yang lebih padu).
- Intelligence marketplaces: jaringan tempat model saling memberi/menilai kecerdasan (mis. Bittensor)—eksperimen cara memonetisasi & mengukur model value di luar walled gardens. (Tren kategori ini ikut dibahas dalam lanskap startup AI 2025).
Intinya: Web3 relevan bila dia menjawab bottleneck compute-data-trust. Kalau tidak, ya nggak usah dipaksakan.
Apa Artinya?
- Pilih AI berdasarkan spesialisasi peruntukan, bukan hype.
- Nulis & kerja dokumen → coba Gemini/Claude.
- Riset & sitasi → Perplexity.
- Ngoding → Blackbox.
- Konten video → Pixverse.
- Perhatikan trust & sumber
- Kalau butuh rujukan (paper, berita), Perplexity unggul karena kasih kredit sumber.
- Awas biaya & performa
- Kualitas naik turun tergantung compute; migrasi antar-tool itu normal.
- Perang merek bikin harga & fitur dinamis—cek ulang tiap kuartal.
- Untuk builder & tim produk
- Kalkulasi TCO (total cost of ownership): harga API, rate limit, latency, kepatuhan (AI Act untuk Eropa).
- Pertimbangkan data provenance (hindari sengketa ala NYT vs OpenAI).
Perang Brand di Permukaan, Perang Infrastruktur di Kedalaman
AI Brand War 2025 menunjukkan pasar sudah dewasa: orang gak lagi cari “AI apa saja”, tapi merek di kategori yang relevan dengan kerja mereka—Gemini/Claude (foundation), Perplexity (search), Blackbox (kode), Pixverse (video).
Di bawah permukaan, “napas” brand ditentukan oleh compute, data, dan trust. Itulah kenapa belanja capex AI raksasa melonjak (Alphabet target ~US$85 miliar untuk 2025) dan kenapa regulasi (EU AI Act) serta isu hak cipta (NYT vs OpenAI) jadi headline yang sama pentingnya dengan peluncuran model baru.
Web3/kripto masuk akal kalau benar-benar menyelesaikan bottleneck ini—compute yang lebih terjangkau (DePIN), data provenance yang jelas, dan cara menilai/menukar kecerdasan model secara terbuka. Inilah layer yang (mungkin) diam-diam menentukan siapa pemenang brand war dalam jangka panjang.
Ringkasan AI & Crypto langsung ke inbox.
Informasi edukasi, bukan saran investasi. Risiko aset kripto tinggi. DYOR.