SUBSCRIBE

Supermarket vs Warung: AI x Crypto vs Big Tech

Kalau orang Indonesia ditanya, lebih suka belanja di supermarket atau di warung dekat rumah?
Jawabannya sering: “Tergantung.” Kadang butuh kenyamanan dan kelengkapan supermarket, kadang lebih enak ke warung yang dekat, cepat, dan akrab.

Nah, logika yang sama bisa dipakai untuk memahami pertarungan besar di dunia teknologi: AI x Crypto.

  • Supermarket = Big Tech (OpenAI, Google, Microsoft, Meta, Amazon, Apple) → modal jumbo, data segunung, GPU tak terbatas.

  • Warung = Open Source + Crypto → dekat dengan pengguna, transparan, didorong komunitas, fleksibel.

Pertanyaannya: apakah masa depan AI akan dikuasai oleh segelintir “supermarket digital”, atau justru “warung-warung digital” yang tumbuh di setiap sudut dunia maya?

Kekuatan Supermarket (Big Tech)

Supermarket punya banyak kelebihan yang sulit disaingi:

  • Modal super jumbo: belanja infrastruktur AI diperkirakan >US$1 triliun dalam 5 tahun.

  • Monopoli GPU: ribuan H100 dan TPU sudah diamankan kontraknya.

  • Data eksklusif: Gmail, Maps, Facebook, TikTok, semua sudah ada di kantong mereka.

  • Distribusi global: produk dibundling, bikin perusahaan langsung “all-in-one”.

  • Efisiensi skala: makin banyak pengguna, biaya makin murah.

📌 Analogi: kalau GPU itu beras, supermarket sudah borong satu gudang Bulog penuh.

Kekuatan Warung (Open Source + Crypto)

Warung mungkin kecil, tapi punya kelebihan yang nggak bisa disepelekan:

  • Inovasi cepat: model open source bisa mengejar raksasa hanya dalam hitungan bulan.

  • Transparansi: bisa diaudit, cocok untuk sektor sensitif (kesehatan, hukum, pendidikan).

  • Koordinasi komunitas: DAO + token bikin pendanaan kolektif lebih gampang.

  • Dekat dengan pengguna: user jadi bagian dari ekosistem, bukan sekadar konsumen.

  • UX ramah: agen AI + wallet bikin interaksi makin natural.

📌 Analogi: kalau supermarket kasih katalog promo, warung kasih “utang dulu, bayar belakangan.”

Peluang di Dunia AI x Crypto

Seperti rantai pasok belanja, ekosistem AI x Crypto juga punya tiga lapisan:

1. Infrastruktur (Gudang & Stok Barang)

  • GPU Marketplaces: Akash, Render, Bittensor.

  • Penyimpanan: Arweave, Filecoin.

  • DataDAO: Grass, Ocean Protocol.

2. Middleware (Kasir & Logistik)

  • Verifiable Compute: zkML, TeeML.

  • Koordinasi Model: Bittensor, Smart Agent Protocol.

3. Aplikasi (Interaksi dengan Pembeli)

  • Agen AI personal.

  • Protokol Agentic (usaha tanpa karyawan).

  • DeSoc: identitas & governance on-chain.

Tantangan Besar

  • GPU terbatas: training terdistribusi masih kalah cepat.

  • Hak data: siapa pemilik sah data?

  • Adopsi enterprise: perusahaan masih lebih percaya kontrak hukum dibanding smart contract.

  • Pendanaan OSS: open source sering kesulitan dana.

Proyeksi Arah ke Depan

  • 1–3 tahun → AI bantu onboarding crypto, UX makin gampang.

  • 3–7 tahun → verifiable compute & DataDAO mulai terbukti.

  • 7+ tahun → agen wallet-native bikin warung digital bisa bersaing serius.

Supermarket vs Warung, Siapa Menang?

Jawabannya mungkin bukan salah satu, melainkan keduanya. Supermarket akan tetap dominan, tapi warung-warung digital akan tumbuh subur dengan fleksibilitas dan inovasi yang lebih dekat ke pengguna.

 

 

Disclaimer: Artikel ini disusun untuk tujuan informasional dan edukasi semata. Semua informasi, data, dan pendapat yang disajikan berasal dari sumber yang dianggap dapat dipercaya pada saat penulisan. Artikel ini bukan merupakan ajakan atau saran untuk membeli, menjual, atau memegang aset kripto maupun instrumen investasi lainnya. Pasar aset kripto memiliki risiko tinggi, termasuk risiko kehilangan seluruh modal. Pembaca disarankan untuk melakukan riset mandiri (DYOR — Do Your Own Research) dan/atau berkonsultasi dengan penasihat keuangan independen sebelum mengambil keputusan investasi.